Pernah
dengar istilah Global Warming? Pasti pernah. Istilah ini telah sering didengar
oleh masyarakat Indonesia sejak awal tahun 2000-an. Ketika itu saya masih
sangat kecil. Namun saya telah mengetahui pada umumnya apa maksud dari kata Global
Warming tersebut. Lalu apa itu Global Warming? Dan mengapa istilah tersebut
sudah dikenal oleh saya yang sekarang berusia 19 tahun ini?
Global
warming adalah isu yang mengerikan bagi manusia. Karena dalam isu ini
dikabarkan bahwa bumi mengalami kenaikan suhu. Tidak banyak, hanya 1 derajat
Celcius. Memang angka yang berubah tidak signifikan. Tapi dapat mengakibatkan
kerusakan, terutama pada bagian kutub es yang terus mencair karena perubahan
suhu terus berlangsung lama.
Kenapa
hal ini bisa terjadi? Manusia hidup membutuhkan yang namanya bahan bakar untuk
ala transportasi mereka. Mereka juga butuh listrik untuk membantu mereka
membaca ketika malam hari. Lalu bagaimana mereka memperoleh bahan bakar minyak
dan tenaga listrik tersebut? Manusia mengebor kulit luar bumi untuk mengambil
minyak yang ada didalamnya. Batu bara digunakan untuk memperoleh tenaga listrik
yang saat ini saya gunakan untuk membuat artikel ini, dan juga anda gunakan
ketika membaca artikel ini. Namun semua itu menghasilkan CO2, yang pada
akhirnya mengakibatkan terpolusinya udara.
Tak
hanya industri-industri itu saja yang menghasilkan CO2. Tapi dari knalpot motor
atau mobil yang anda gunakan sehari-hari. Itu juga menghasilkan CO2 yang cukup
banyak. Bayangkan berapa juta kendaraan bermotor yang ada di bumi ini. Dan
berapa banyak CO2 yang dihasilkan oleh sekian banyaknya kendaraan-kendaraan
tersebut ketika sedang diaktifkan. Jumlah yang tidak bisa dihitung oleh orang
awam seperti kita.
Kemudian,
listrik. Berapa banyak batu bara yang dibakar untuk menghasilkan tenaga listrik
yang setiap orang butuhkan ini? Berapa banyak karbondioksida yang ada di udara
akibat dari asap pembakaran tersebut? Betapa kotornya udara di bumi saat ini.
Tak hanya udara. Tapi sungai dan air laut juga sudah tercemar. Karena manusia
juga menggunakan pasir minyak atau biasa disebut sebagai tar sands. Mereka
mengekstrak pasir tersebut dan hanya mengambil minyaknya saja untuk mengisi
tangki bensin kita sehari-hari.
Mari
kita beralih sedikit dari duni industri. Gedung-gedung kaca. Ya sering kali
gedung-gedung kaca memantulkan sinar matahari kita. Tapi sesungguhnya, pantulan
tersebut juga sampai ke lapisan ozon yang menjaga suhu bumi ini. Karena semakin
terpantulnya sinar ultraviolet itu, menyebabkan suhu lapisan ozon juga semakin
panas dan menipis. Ditambah juga hasil dari panasnya asap-asap industri dan
jumlah CO2 yang dihasilkan tadi menyebabkan udara di atas bumi kita memanas dan
mengakibatkan lapisan ozon menipis.
Lalu
apa yang terjadi bila lapisan ozon menipis? Tentunya suhu bumi akan terus naik.
Karena tugas lapisan ozon adalah menjaga dan menyerap ultraviolet untuk masuk
kedalam permukaan bumi. Dan menstabilkan suhu bumi itu sendiri. Jadi kalau
panasnya sinar matahari tidak ada yang menyerap, otomatis pemukaan bumi akan
terasa panas. Apakah bahaya bagi manusia? Tentu iya. Kulit manusia bila terus
menerus ter-ekspos oleh sinar ultraviolet dalam terkena kanker kulit. Itu hanya
dampak pada individu manusia itu sendiri. Bila bicara manusia dalam skala luas,
manusia terancam untuk tidak memiliki tempat tinggal. Kenapa saya bilang
begitu?
Kutub
es telah terus menerus mencair dan manusia sedang berusaha keras untuk
membatasi pencairan es tersebut. Karena hal tersebut dapat menyebabkan naiknya
permukaan air laut. Makanya jangan heran jika kita lihat, di beberapa negara di
dunia ini sudah banyak yang setiap tahunnya mengalami bencana banjir. Hal
tersebut terjadi karena juga didukung oleh kurangnya resapan air di daratan
tersebut, yang biasanya sudah ditebangi untuk dijadikan lokasi perindustrian.
Lalu
bagaimana kita sebagai manusia mencegah perubahan iklim ini? Pada tahun 2015,
diadakan Confention of Parties (COP) 21 di Paris, untuk menyeujui Paris
Agreement. Kesepakatan ini diadakan demi tujuan untuk mengurangi emisi gas
rumah kaca pasca 2020. Persetujuan ini telah disetujui oleh 195 negara,
termasuk Indonesia dan Amerika.
Namun,
pada tahun 2017, presiden terpilih Amerika Serikat terbaru, Donald Trump
menyatakan bahwa mereka (AS) menarik diri dari persetujuan Paris tersebut.
Dikarenakan ia tidak percaya adanya perubahan iklim, dan juga pada awalnya ia
menyatakan bahwa perjanjian tersebut merugikan Amerika. Ia memntia untuk dibuat
perjanjian baru yang tidak begitu merugikan mereka. Tapi pada akhirnya ia
menyatakan untuk mengundurkan diri dari perjanjian tersebut. Hal ini semakin
mempersulit negara-negara lain di dunia ini untuk sama-sama mencegah perubahan
iklim. Karena Amerika merupakan negara yang sangat produktif dan juga konsumtif
terhadap bahan bakar. Lalu bagaimana bila salah satu negara yang menghasilkan
polusi terbanyak memutuskan untuk menolak berkontribusi untuk mengurangi
polusi?
Ayrell Fachrezy
00000026569
00000026569
Tidak ada komentar:
Posting Komentar