Sabtu, 25 November 2017

ENVIRO PETA

ONE MAP?
                Indonesia merupakan negara yang begitu amat luas. Terdapat banyak pulau yang terpencar di negara ini. Bahkan saking banyaknya, jumlah pulau di Indonesia belum dapat dipastikan dengan baik.
                Dikutip dari Kompasiana.com, terdapat berbagai macam hasil survey yang menunjukkan hasil jumlah pulau di Indonesia dalam tahun yang berbeda-beda. Pada tahun 1972, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia menunjukan bahwa ada 6.127 pulau pada tahun 1972. Kemudian Pusat Survei dan Pemetaan ABRI menyatakan jumlah pulau ada 17.504 pada tahun 1987. Lalu Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional menyatakan ada 6.489 pulau pada tahun 1992. Lalu Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional menyebutkan ada 18.306 pulau pada tahun 2002. Kementrian risen dan teknologi menyebutkan ada 18.110 pulau pada tahun 2003. Kemudian yang terakhir, Departemen Dalam Negeri Republik Indonesia menyebutkan ada 17.504 pulau pada tahun 2004.
                Betapa anehnya perbedaan-perbedaan jumlah pulau di Indonesia pada perhitungan setiap tahunnya. Ini menunjukan bahwa saking banyaknya, hingga hasil setiap perhitungan tidaklah dapat muncul secara konsisten. Begitu pula juga dengan batasan-batasan kepemilikan di berbagai daerah Indonesia.
                Tidak sedikit daerah-daerah di Indonesia yang dimana batasan kepemilikan lahan, terjadi sebuah timpang tindih. Maksudnya adalah, terkadang beberapa meter dari perbatasan daerah, itu tidak jelas dimana batasnya. Sehingga sering terjadi konflik antara kedua pihak pemilik lahan, bahwa sebenarnya sekian meter atau hektar dari lahan tersebut adalah milik siapa, dan siapa yang berhak untuk mengelola lahan tersebut.
                Hal ini menyebabkan adanya permasalahan yang kecil namun bisa menjadi besar bila sudah mengikut campurkan warga setempat. Tentunya pemerintah juga harus mampu tegas untuk menegaskan keadilan tentang peraturan hak penggunaan lahan seperti ini.  Karena, sering juga ketika ada masalah yang terjadi di lahan yang ‘diperebutkan’ itu, justru biasanya terjadi saling lempar tanggung jawab terhadap kedua pihak yang tadinya berebut tersebut.
                Pulau Kaliamantan merupakan salah satu pulau Indonesia yang banyak terdapat permasalahan ini. Namun berdasarkan narasumber dari World Research Institute (WRI) Indonesia, Adi Pradana, beliau mengatakan bahwa permasalah hak pengelolaan lahan di Kalimantan sudah selesai. Lalu mereka mulai ingin mengatasi permasalahn ini di pulau-pulau Indonesia ynag lainnya seperti Sumatra, Sulawesi atau Jawa.

                

Jumat, 17 November 2017

ENVIRO - CLIMATE CHANGE

CLIMATE CHANGE
                Sejak usia dini, sering kita dengar yang namanya Global Warming atau Pemanasan Global. Seperti pada umumnya, arti dari pemanasan global yang kita tahu adalah terjadinya kenaikkan suhu bumi secara global atau menyeluruh. Hampir setiap orang tahu akan adanya isu ini, dan juga hampir semua orang tahu bahwa hal ini harus dicegah demi menjaga kelestarian alam, termasuk manusia itu sendiri. Namun tak banyak orang yang mau perduli dan melakukan aksi demi mencegah pemanasan global ini. Manusia cenderung lebih memilih hidup sementara namun bahagia dengan kekayaan harta yang mereka miliki. Daripada hidup dan tinggal di bumi ini lebih lama namun harus bersusah payah untuk membatasi berbagai macam hal.
                Dampak yang terjadi akibat pemanasan global ini sungguh luar biasa ketika dilihat secara teliti. Kebakaran hutan, kekeringan, kutub es mencair dan masih banyak lagi. Dan dampak-dampak yang telah terjadi tersebut mengakibatkan adanya perubahan pada iklim di bumi ini. Pengertian dari kata iklim sendiri adalah kondisi rata-rata cuaca berdasarkan jangka waktu yang panjang. Lain dengan cuaca yang biasanya diartikan untuk menggambar kondisi langit atau suhu udara pada saat itu saja.
                Maka dari itu, munculah istilah baru yang menggantikan istilah Global Warming, yaitu Climate Change. Memang pada dasarnya sama saja, namun Climate Change tidak hanya mengartikan bahwa bumi mengalami kenaikkan suhu semata. Namun bumi juga mengalami perubahan-perubahan besar yang berdampak langsung kepada manusia. Padahal kita semua tahu apa penyebab utama terjadinya climat change? Ya, kita sendiri, manusia.
                Manusia merupakan makhluk ciptaan Tuhan yang saya berani katakan hampir sempurna. Kenapa? Apa yang tidak bisa dilakukan manusia? Manusia bisa meraih atau menciptakan apa saja yang mereka mau. Perkembangan teknologi semakin pesat dan bombastis. Namun, manusia kurang memiliki rasa empati terhadap sesama makhluk hidup, dalam kasus ini mari kita sebut alam. Manusia mampu membuat kendaraan bermotor demi kepentingan mereka. Berbagai macam kendaraan bermotor seperti motor dan mobil, diciptakan dari harga mahal sampai ke murah. Sekarang bayangkan berapa banyak manusia yang membeli kendaraan murah-murah ini. Berapa banyak karbon dioksida yang di keluarkan melalui knalpot motor atau mobil itu setiap hari?
                Pernahkah anda pergi naik motor, kemudian anda terjebak macet? Lalu apa yang anda rasakan ketika anda membuka kaca helm anda? Atau apa yang anda rasakan pada punggung tangan anda bila anda tidak mengenakan sarung tangan? Panas bukan? Apakah nafas anda menjadi tidak bebas? Ya tentu. Hal itu saya yakini karena banyaknya gas karbon hasil pembakaran mesin yang ada disekitar anda. Lalu apakah sekarang sudah banyak motor dan mobil yang ramah lingkungan? Memang iya benar, namun bila jumlah mereka tetap semakin banyak setiap tahunnya. Apakah jumlah karbon dioksida yang dihasilkan ketika kendaraan ramah lingkungan tersebut bisa dikatakan berkurang ketika di tengah kemacetan. Bagi saya tetap saja.
                Hal ini yang terkadang membuat saya dilema. Saya tahu salah satu cara ampuh untuk mencegah terusnya berlangsung perubahan iklim, yaitu dengan mengurangi jumlah kendaraan yang beraktifitas demi mengurangi polusi. Namun, disaat yang sama saya membutuhkan kendaraan pribadi untuk mecapai tujuan saya, kemana pun itu.
                Gas-gas yang kemudian naik ke atas langit itu kemudian membuat suhu di atas langit menjadi panas, ini merupakan salah satu penyebab terjadinya penipisan lapisan ozon. Lapisan Ozon adalah lapisan yang bertugas untuk menyaring atau menyerap panasnya sinar Ultra Violet (UV) yang dipancarkan oleh matahari. Namun, seperti yang sudah terjadi sekarang. Lapisan Ozon di atas bumi ini sudah menipis, diakibatkan dari banyaknya gas yang naik ke atas, dan juga efek pantulan sinar matahari yang memantul dari rumah-rumah kaca. Oleh sebab itu, suhu di permukaan bumi sendiri sudah mengalami kenaikkan.
                Berdasarkan data yang saya dapat dari World Resources Institute (WRI) Indonesia, kenaikan rata-rata suhu bumi secara global pada 9 bulan pertama pada tahun 2015 sudah mencapai 1,05 derajat Celcius. Kenaikan ini baru terjadi sejak tahun 1950. Dan pada tahun 2016 kenaikkan suhu bumi sudah mencapai 2 derajat celcius.
                Secara nominal, angka “2” memang tidaklah banyak. Namun dampak yang sudah terjadi di bumi ini bisa dibilang luar biasa. Seperti yang pada umumnya orang tahu, bahwa es kutub utara dan selatan sedang terus mengalami pencairan. Sudah berapa banyak es yang telah mencair menjadi air dan kemudian mengalir ke laut? Bila kutub es ini terus mencair, maka permukaan air laut akan meningkat. Itulah sebabnya, beberapa daerah di dunia ini yang tadinya tidak pernah terkena banjir, kemudian tiba-tiba saja terkena banjir. Banjir ini terjadi juga didukung oleh kurangnya daya serap air di lingkungan tersebut. Akibat adanya deforestasi atau perubahan hutan untuk lahan pertanian atau yang lainnya. Penebangan hutan untuk digunakan sebagai lahan pertambangan.

                Bayangkan betapa rusaknya ekosistem di bumi ini. Apa yang telah saya gambarkan di atas hanya lah sebagian kecil dari apa yang terjadi di bumi ini. Apakah Climate Change dapat di cegah? Hanya kita yang bisa memutuskan.

Sabtu, 11 November 2017

ENVIRO IAR


Perlindungan Orang Utan
                Manusia merupakan makhluk yang memiliki segalanya untuk memperoleh kehidupan yang baik. Mereka dikaruniai akal, pikiran, jiwa dan raga yang membantu mereka untuk melakukan segala hal. Termasuk juga menciptakan sesuatu atau membangun sesuatu. Demi kemamkmuran kehidupan mereka, manusia dengan gencar membangun lingkungan hidup yang dapat mereka tinggali dengan nyaman. Seperti pembuatan perumahan, apartemen, jalan raya, dan lainnya. Pembangunan-pembangunan tersebut tentu membutuhkan lahan yang tidak sedikit. Maka dari itu manusia kerap mengubah hutan-hutan yang ada di sekitar mereka untuk mereka ubah menjadi tempat yang mereka bisa gunakan. Tetapi ketika mereka menebangi hutan-hutan tersebut, mereka lupa dengan binatang-binatang yang tinggal di sana. Salah satunya yang akan saya bahas disini adalah Orang Utan.
                Tidak sedikit Orang Utang yang ketakutan, kelaparan, stres, dan mati, karena mereka tidak punya tempat tinggal. Jelas, karena tempat tinggal mereka di hancurkan oleh kita, manusia. Manusia kerap menggunakan hutan-hutan yang masih utuh untuk dijadikan lahan bisnis. Lahan bisnis yang saya maksud antara lain adalah, Illegal Logging atau penebangan liar, Illegal Minning atau penambangan liar, Forest Conversion dan pembakaran hutan secara liar.
                Semua kegiatan-kegiatan tersebut berakibat kepada hewan yang eksistensinya terancam ini. Banyak dari mereka yang berlarian tak terarah dan terpisah dari keluarganya, ketika rumah mereka ‘dijajah’ oleh manusia. Ketika mereka berpencar, banyak dari mereka yang pada akhirnya di temukan oleh manusia dan di ‘pelihara’. Namun tidak dengan cara yang layak. Banyak Orang Utan yang memang sudah stres dan akhirnya mereka di rantai dan dikandangi oleh orang yang menemukan mereka. Namun sepertinya, tidak semua manusia yang menemukan mereka ini paham betul bagaimana caranya memperlakukan Orang Utan yang stres tersebut dengan baik. Alhasil malah membuat Orang Utan tersebut semakin stres.
              Tak jarang juga Orang Utang yang tidak dapat bertahan hidup karena tidak memiliki rumah. Sehingga mereka kesulitan ketika hendak mencari makan dan memperoleh kembali kehidupan mereka yang semula. Berdasarkan data yang saya dapat dari Yayasan “International Animal Rescue” Indonesia, setelah terjadinya pembakaran hutan secara liar di Borneo. Terdapat 44 Orang Utan yang untungnya berhasil diselamatkan.
             Banyak juga Orang Utan yang berhasil ditemukan dan kemudian diselamatkan oleh tim dari IAR Indonesia tersebut. Beberapa dari mereka ditemukan dalam kondisi stres, suka membanting tubuhnya ke lantai dan merupakan korban dari pertukaran illegal Orang Utan. Kemudian ada juga yang ditemukan dalam kondisi diikat atau dirantai dan kurung di dalam kandang, juga terdapat luka di sekitar lehernya karena sering tergesek oleh rantai di lehernya. Ada juga yang bahkan di rantai diluar dan tidak diberikan perlindungan apapun, sehingga sering terkena panas matahari dan juga dinginnya hujan. Ada juga yang ditemukan ketika masih kecil dan dalam kondisi menangis. Di duga ibunya sudah mati. Karena jika ada ada anak Orang Utang yang ditemukan sendirian, bisa dipastikan ibunya sudah mati. Entah mati sendiri alias kelaparan, atau dibunuh oleh manusia.
           Orang Utan yang telah berhasil diselamatkan, tentunya akan diperiksa kesehatannya terlebih dahulu. Mereka biasanya di karantina selama 8 minggu. Selama dikarantina, mereka akan melalui dua kali tes untuk memastikan bahwa mereka terbebas dari Patogen. Bila masing-masing dari mereka ada yang memiliki Patogen di dalam tubuhnya, mereka harus menjalani perawatan terlebih dahulu sebelum akhirnya diperbolehkan untuk bergabung dengan “Baby School of Forest School”.
           Selama masa perawatan, tidak kecil kemungkinana bahwa manusia yang merawat Orang Utan-Orang Utan ini mengalami kendala. Karena mereka pada umumnya pasti takut dengan adanya kehadiran manusia sehingga mereka bisa saja memberontak. Bahkan menggigit. Biasanya manusia menggunakan obat bius jika mereka sulit untuk dibawa ke kandang. Gigitan mereka bisa dibilang cukup keras. Setelah mereka pingsan, barulah bisa dibawa ke pusat rehabilitas. Dan juga, bila Orang Utan ini sudah bersembunyi di atas pepohonan, akan sulit bagi manusia untuk melacak keberadaan mereka. Karena mereka dapat bergerak diatas sana, namun dengan sangat halus sehingga daun-daun yang ada di atas pohon pun tidak akan terlihat bergerak.
        Ketika Orang Utan-Orang Utan ini sudah sekiranya bersih dan sehat dari penyakit. Mereka sudah bisa kembali dilepas di hutan. Namun sebelum benar-benar dilepas, mereka harus diyakinkan untuk benar-benar sekiranya dapat kembali bertahan hidup di alam liar atau di hutan. Biasanya IAR Indonesia melepas Orang Utan mereka di tiga tempat. Diantaranya adalah Bukit Baka Bukit Raya National Park, Gunung Palung National Park, dan Hutang Lindung Gunung Tarak.
        Berdasarkan data yang diberikan oleh IAR Indonesia, peertumbuhan jumlah individu Orang Utan yang mereka miliki pada tahun 2017 adalah sebanyak 112 individu. Dimana pada tahun 2009 hanya ada 12 individu. Itu artinya dalam waktu 10 tahun, jumlah individu Orang Utan bertambah sebanyak 100 individu. Angka cukup sedikit bila dilihat dari jarak waktu yang di patok. 

Jumat, 03 November 2017

ENVIRO BEFORE THE FLOOD

                Pernah dengar istilah Global Warming? Pasti pernah. Istilah ini telah sering didengar oleh masyarakat Indonesia sejak awal tahun 2000-an. Ketika itu saya masih sangat kecil. Namun saya telah mengetahui pada umumnya apa maksud dari kata Global Warming tersebut. Lalu apa itu Global Warming? Dan mengapa istilah tersebut sudah dikenal  oleh  saya yang sekarang berusia 19 tahun ini?
                Global warming adalah isu yang mengerikan bagi manusia. Karena dalam isu ini dikabarkan bahwa bumi mengalami kenaikan suhu. Tidak banyak, hanya 1 derajat Celcius. Memang angka yang berubah tidak signifikan. Tapi dapat mengakibatkan kerusakan, terutama pada bagian kutub es yang terus mencair karena perubahan suhu terus berlangsung lama.
                Kenapa hal ini bisa terjadi? Manusia hidup membutuhkan yang namanya bahan bakar untuk ala transportasi mereka. Mereka juga butuh listrik untuk membantu mereka membaca ketika malam hari. Lalu bagaimana mereka memperoleh bahan bakar minyak dan tenaga listrik tersebut? Manusia mengebor kulit luar bumi untuk mengambil minyak yang ada didalamnya. Batu bara digunakan untuk memperoleh tenaga listrik yang saat ini saya gunakan untuk membuat artikel ini, dan juga anda gunakan ketika membaca artikel ini. Namun semua itu menghasilkan CO2, yang pada akhirnya mengakibatkan terpolusinya udara.
                Tak hanya industri-industri itu saja yang menghasilkan CO2. Tapi dari knalpot motor atau mobil yang anda gunakan sehari-hari. Itu juga menghasilkan CO2 yang cukup banyak. Bayangkan berapa juta kendaraan bermotor yang ada di bumi ini. Dan berapa banyak CO2 yang dihasilkan oleh sekian banyaknya kendaraan-kendaraan tersebut ketika sedang diaktifkan. Jumlah yang tidak bisa dihitung oleh orang awam seperti kita.
                Kemudian, listrik. Berapa banyak batu bara yang dibakar untuk menghasilkan tenaga listrik yang setiap orang butuhkan ini? Berapa banyak karbondioksida yang ada di udara akibat dari asap pembakaran tersebut? Betapa kotornya udara di bumi saat ini. Tak hanya udara. Tapi sungai dan air laut juga sudah tercemar. Karena manusia juga menggunakan pasir minyak atau biasa disebut sebagai tar sands. Mereka mengekstrak pasir tersebut dan hanya mengambil minyaknya saja untuk mengisi tangki bensin kita sehari-hari.
                Mari kita beralih sedikit dari duni industri. Gedung-gedung kaca. Ya sering kali gedung-gedung kaca memantulkan sinar matahari kita. Tapi sesungguhnya, pantulan tersebut juga sampai ke lapisan ozon yang menjaga suhu bumi ini. Karena semakin terpantulnya sinar ultraviolet itu, menyebabkan suhu lapisan ozon juga semakin panas dan menipis. Ditambah juga hasil dari panasnya asap-asap industri dan jumlah CO2 yang dihasilkan tadi menyebabkan udara di atas bumi kita memanas dan mengakibatkan lapisan ozon menipis.
                Lalu apa yang terjadi bila lapisan ozon menipis? Tentunya suhu bumi akan terus naik. Karena tugas lapisan ozon adalah menjaga dan menyerap ultraviolet untuk masuk kedalam permukaan bumi. Dan menstabilkan suhu bumi itu sendiri. Jadi kalau panasnya sinar matahari tidak ada yang menyerap, otomatis pemukaan bumi akan terasa panas. Apakah bahaya bagi manusia? Tentu iya. Kulit manusia bila terus menerus ter-ekspos oleh sinar ultraviolet dalam terkena kanker kulit. Itu hanya dampak pada individu manusia itu sendiri. Bila bicara manusia dalam skala luas, manusia terancam untuk tidak memiliki tempat tinggal. Kenapa saya bilang begitu?
                Kutub es telah terus menerus mencair dan manusia sedang berusaha keras untuk membatasi pencairan es tersebut. Karena hal tersebut dapat menyebabkan naiknya permukaan air laut. Makanya jangan heran jika kita lihat, di beberapa negara di dunia ini sudah banyak yang setiap tahunnya mengalami bencana banjir. Hal tersebut terjadi karena juga didukung oleh kurangnya resapan air di daratan tersebut, yang biasanya sudah ditebangi untuk dijadikan lokasi perindustrian.
                Lalu bagaimana kita sebagai manusia mencegah perubahan iklim ini? Pada tahun 2015, diadakan Confention of Parties (COP) 21 di Paris, untuk menyeujui Paris Agreement. Kesepakatan ini diadakan demi tujuan untuk mengurangi emisi gas rumah kaca pasca 2020. Persetujuan ini telah disetujui oleh 195 negara, termasuk Indonesia dan Amerika.
                Namun, pada tahun 2017, presiden terpilih Amerika Serikat terbaru, Donald Trump menyatakan bahwa mereka (AS) menarik diri dari persetujuan Paris tersebut. Dikarenakan ia tidak percaya adanya perubahan iklim, dan juga pada awalnya ia menyatakan bahwa perjanjian tersebut merugikan Amerika. Ia memntia untuk dibuat perjanjian baru yang tidak begitu merugikan mereka. Tapi pada akhirnya ia menyatakan untuk mengundurkan diri dari perjanjian tersebut. Hal ini semakin mempersulit negara-negara lain di dunia ini untuk sama-sama mencegah perubahan iklim. Karena Amerika merupakan negara yang sangat produktif dan juga konsumtif terhadap bahan bakar. Lalu bagaimana bila salah satu negara yang menghasilkan polusi terbanyak memutuskan untuk menolak berkontribusi untuk mengurangi polusi?


Ayrell Fachrezy
00000026569